Pesan Mitigasi Leluhur Sebelum Gunung Api Tambora Meletus

Di lahan subur kaki gunung api tidur setinggi 4300 mdpl, masyarakat dari 3 kerajaan ( Tambora, Pekat dan Sanggar ) hidup berdampingan dengan gunung tertinggi di Indonesia pada masanya itu.
Saking menjulangnya, pelaut Portugis di tahun 1600an menjadikan Gunung api Tambora sebagai patokan navigasi lautnya saat melintas dari Sumbawa menuju Banda.
gunung api tambora meletus
Gunung Tambora membawa kemakmuran pada 3 kerajaan itu. Penduduk hidup dari hasil pertanian dan pengolahan makanan, kayu dan ada juga yang menenun. 
Sementara penduduk pedalaman berburu, yang di pesisir sibuk dengan perdagangan antar benua seperti dengan Cina dan Eropa di pelabuhan.

Hingga tahun 1812 … 

Dapur magma di kedalaman 1,5-4,5 km mulai bergemuruh dan menyemburkan asap hitam. Penduduk di Semenanjung Pekat-Sanggar, sudah gelisah akibat gempa2 kecil yang intens. Sayang, siklus letusan yang panjang membuat aktivitas Tambora kurang dipahami seberapa besar bahayanya.
John Crawfurd dokter Skotlandia yang sedang berlayar menuju Makasar, turut melihat asap yang membumbung tinggi dari puncak Tambora tanda gunung ini tengah bangun dari tidur panjangnya. 

1 April 1815 pukul 21.00.
Gemuruh membuat geger Banyuwangi hingga esok hari pukul 9.00 pagi dan berlanjut hujan abu pada 3 April.
5 April 1815 sore hari.
Suara gelegar terdengar beberapa kali di Makassar yang berjarak 380 km, Batavia 1.260 km, hingga Ternate di Maluku 1400 km. 

Di Makassar, suara letusan mirip meriam berat berlangsung hingga malam membuat pasukan di Benteng bersiaga karna dikira serangan para perompak. Sementara di Jogja, pasukan dari resimen dikirim ke sepanjang pesisir untuk bersiap dari serangan musuh. 

Penduduk Jawa tak tau apa yang terjadi dan mulai bertanya-tanya “Apa ada Raksasa yang tengah terbangun?”

Pagi hari 6 April 1815
Hujan abu meredupkan Matahari di Jawa Timur dan terus meluas, disertai suara gemuruh dan dentuman hingga 10 April. Kelud dan Bromo pun jadi tersangka.

10 – 11 April 1815
Letusan Gunung api dahsyat paling bersejarah di muka Bumi dimulai.
Sekitar pukul 7 malam, berdasarkan penuturan Sultan Sanggar terlihat 3 kolom api keluar dari puncak Tambora, membesar, semakin tinggi, dan akhirnya menyatu menjadi 1 kolom letusan mengerikan 

Letusan Plinian Tambora memekakkan telinga diiringi halilintar bersahutan. Tubuh Tambora berubah jadi aliran piroklastik ke segala arah sejauh 20 km dari puncak. Awan panas turun diikuti hujan batuan api sebesar 20 cm yang berjatuhan mulai pukul 8:00 dan mengubur 3 Kerajaan

Letusan Tambora berkekuatan 7 VEI dari 8 skala berdasar Volcanic Explosivity Index, setara 171.428,6 X bom atom Hirosima – Nagasaki atau 4X lebih besar dari letusan Krakatau 1883. Asapnya membentuk cerobong mencapai lapisan stratosfer dengan payung cendawan setinggi 43 km.

Letusan dahsyat Tambora itu menyebabkan kekosongan di dalam tubuh gunung, sehingga bagian atasnya runtuh ke dalam, mengoyak tubuh gunung setinggi 4300 menjadi 2730 mdpl. Bekas letusannya membentuk kaldera berdiameter 7-8 km dengan kedalaman mencapai 1 km.
kawah tambora dan gunung api merapi
Selama masa penghancuran, kegelapan total menyelimuti wilayah dengan radius 600 km dari Tambora, abunya mengarah ke barat laut menyebabkan Sumbawa, Lombok, Bali, Madura dan Jawa Timur gelap gulita selama 3 hari.

Gempa akibat letusan dapat dirasakan oleh peduduk yang berada di Surabaya dan Banyuwangi disertai bunyi dentuman keras yang terus terdengar seperti guntur. Dari Sumenep, Madura dilaporkan malam hari terdengar bunyi sangat keras seperti Meriam dan menggetarkan kota.

Cirebon dan kota-kota sekitarnya turut menjadi gelap karena hujan abu, bau "nitrat" tercium di Batavia disertai hujan bercampur abu. Sementara di Solo dan Rembang juga dirasakan guncangan seperti gempa. 

Sementara di Makasar pada malam itu, suara detuman terdengar lebih keras dari sebelumnya seperti tembakan beruntun artileri. Bahkan di Padang, Pulau Bangka dan Bengkulu di Sumatera juga tak kalah geger, penduduk pedalaman turun setelah mendengar suara dentuman keras.

11 April jam 18.00.
Ledakan terdengar sejauh 2600 km. Disusul pukul 19.00 malam, air laut naik naik 4 m di Semenanjung Sanggar dan menghantam pantai Madura, meluapkan sungai-sungai selama 4 menit. Tsunami juga tiba di Besuki, Jawa Timur setinggi 1–2 m, lalu ke Maluku setinggi 2 m

“Pagi itu tanggal 12 April 1815, aku terbangun, malam terasa begitu panjang. Jam tanganku menunjuk pukul 8.30, di luar ku lihat kabut abu turun. Sampai pukul 9.00 masih belum ada cahaya matahari, selapis abu tebal menumpuk di teras Kadipaten. 

Pukul 10.00 seberkas kilau cahaya samar-samat mulai terlihat. Pukul 10.30 jarak pandang hanya 50 yard. Sarapan pagi kami pada Pukul 11.00, diterangi lilin”
Tulis Residen Gresik pada Letnan Gubernur Inggris Raffles di Batavia. 

Sepucuk surat itu memuat laporan tentang situasi di Gresik, Jawa Timur. Dapat dibayangkan 2 hari setelah letusan dahsyat Tambora, Gresik yang jaraknya 600 km dari Sumbawa masih gelap sampai lewat tengah hari karena hujan abu.

Dalam buku Data Dasar Gunung api Indonesia (Kusumadinata, 1979), korban terdampak langsung letusan mencapai 10.000 orang. Di ikuti bencana penyakit dan kelaparan mencapai 38.000 di Sumbawa dan 44.000 di Lombok. Total korban letusan diperkirakan 92.000 korban meninggal.

Tak sampai di situ, partikel debu-debu vulkanis dan gas aerosol yang terlontar ke atmosfer tertahan selama beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian 10–30 km. Angin stratosfer turut menyebarkan partikel tersebut berkeliling dunia dan meredupkan sinar matahari

Akibatnya suhu Bumi turun 2°C. Sepanjang 1816 di belahan utara Bumi menjadi sangat dingin dan dikenal sebagai Years without a Summer (tahun tanpa musim panas.). Masih banyak dampak lain akibat letusan Tambora bagi Bumi yg tidak mungkin diceritakan satu per satu.

Tambora masih bergejolak walaupun aktivitasnya terus menurun pasca letusan besar hingga 15 Juli 1815. Bahkan Agustus 1819 masih terdengar suara gemuruh yang kuat disertai gempa dan bara api menyala di kalderanya. Namun setelah itu, tidak tercatat lagi letusan besar.

Tambora sudah mati? Tidak.
Dari rahim kaldera Tambora, lahir gunung api muda yang sedang membangun dirinya kembali dari aktifitas tahun 1847 – 1913, kemudian gunung muda di bagian barat daya kaldera ini dikenal dengan nama Doro Afi Toi, dalam bahasa Bima berarti gunung api kecil.

Jauh sebelum letusan 1815 masyarakat di sekitar Kecamatan Pekat percaya, asal-usul nama Tambora berasal dari bahasa Bima: Ta’bora, yang artinya “menghilanglah.” 
Kemungkinan nama Ta’bora (Tambora) ini disematkan para leluhur terdahulu untuk mengingatkan anak cucunya bahwa, Tambora dahulu kala (sebelum 1815) pernah meletus dan melenyapkan sebuah peradaban. 

Atau bisa jadi “Ta’bora” adalah peringatan mitigasi. Jika gunung ini meletus maka “menghilanglah” atau bermakna mengungsilah, menjauhlah, pergilah …

Sekian

Sumber Bacaan :
- vsi.esdm.go.id
- Bencana & Peradaban Tambora 1815. Sonny C.Wibisono. 
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 2017
- National Geographic
- GEOMAGZ Vol. 3 No. 1, Maret 2013

Follow Jogja Uncover

Georitmus | MTGS

Seperti halnya di akun sosmed, di Blog ini kamu juga akan menemukan istilah Georitmus dan MTGS pada bagian menu.
  • Georitmus

    Grafik potensi.

  • Tanggal MTGS

    Kurun waktu potensi.

  • Mitigasi

    Persiapan dini.

  • Kesadaran

    Terciptanya masyarakat sadar bencana.

    SoraTemplates | Free Blogger Templates | Blogger