Matahari lockdown atau istilah yang tepatnya adalah Solar Minimum kini ramai diperbincangkan, apalagi pernyataan ini bersumber dari ilmuan NASA. " Solar Minimum sedang terjadi dan ini sangat dalam. Medan magnet matahari telah menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke dalam tatasurya " kata astronom Dr Tony Phillips kepada The Sun, kemudian oleh media solar minimum diganti istilahnya dengan Matahari lockdown.
Ada yang menarik dari penyataan yang dikutip, yaitu terkait pernyataan Ilmuwan NASA yang khawatir bahwa kondisi ini bisa mengulang kejadian Dalton Minimum. Di mana kondisi saat itu terjadi musim dingin ekstrim, kegagalan panen yang mengakibatkan kelaparan termasuk gunung api Tambora yang meletus kuat dan kondisi suhu Bumi turun rata-rata hingga 2 derajat Celcius selama 20 tahun.
Apakah pernyataan di atas bisa ditelan mentah-mentah? Siapkan segelas kopi dan mari kita ulas satu persatu apa itu Matahari lockdown alias solar minimum ...
Solar Minimum
Di dunia astronomi Solar Minimum bukanlah hal baru. Solar Minimum berhubungan dengan Siklus Matahari terkait aktifitas permukaannya. Matahari mengalami fluktuasi, saat masa aktif disebut solar maksimum dan masa tenang yang dikenal sebagai solar minimum alias Matahari lockdown kata orang Indonesia.
Siklus ini rata-rata berlangsung selama 11 tahun, namun Siklus Matahari ini tidak selalu persis 11 tahun sekali, alias bisa cepat dalam 9 tahun atau mundur dalam 15 tahun. Siklus ini pertama kali ditemukan oleh Heinrich Schwabe pada tahun 1843.
Apa perbedaan Matahari lockdown atau Solar Minimum dan Solar maksimum ?
Ketika Matahari mencapai fase siklus maksimum, bintik Matahari atau sunspot mengalami peningkatan intensitas. Bintik Matahari adalah suatu peristiwa pemunculan noda hitam di permukaan matahari. Daerah bintik matahari memiliki medan magnet yang sangat besar yaitu +- 1000 - 4000 Gauss. Suhu di bintik matahari juga relatif lebih ‘dingin’ dibandingkan daerah lain di permukaan matahari.
Bintik Matahari ini berpotensi menjadi Solar flare. Flare merupakan suatu fenomena ledakan berpartikel besar di matahari sebagai akibat terbukanya salah satu kumparan medan magnet pada bagian matahari. Semakin banyaknya bintik Matahari, maka semakin tinggi juga intensitas semburan Solar flare.
Ketika Solar flare terjadi, maka menyebabkan munculnya peristiwa Coronal Mass Ejection (CME) atau Lontaran Massa Korona atau badai matahari. CME merupakan fenomena pelontaran sebagian massa dari lapisan terluar matahari atau atmosfer matahari yang suhunya sangat ekstrim. CME ini terjadi umumnya ketika Matahari sedang berada pada siklus maksimum. Siklus maksimum matahari periode terakhir berlangsung pada tahun 2001 dan diperkirakan akan mulai memuncak naik kembali sekitar tahun 2025.
Kondisi solar maksimum diatas bertolak belakang ketika fase solar minimum alias Matahari lockdown :D
Solar minimum adalah kondisi dimana matahari tenang atau sepi aktifitas. Minimnya bintik Matahari menyebabkan berkurangnya kemunculan Solar flare atau badai matahari. Jumlah bintik di permukaan matahari sedikit maka aktivitas matahari pun disebut rendah. Para ahli memperkirakan fase solar minimum berlangsung hingga September 2020. Menyusul kemudian terjadinya peningkatan menuju solar maksimum.
Bersambung ke artikel berikut Apa dampak Solar Minimum ?
Beranda
›
Astronomi
›
Gunung Api
›
Gunung Meletus
›
Gunung Merapi
›
Matahari Lockdown
›
Solar Minimum
›
Matahari Lockdown Benarkah Memicu Gunung Meletus ?
Matahari Lockdown Benarkah Memicu Gunung Meletus ?
Baca Juga :
- - - - - - - - - -
Dukung Jogja Uncover
agar terus berkembang dengan donasi
GOPAY | DANA | LinkAja | OVO
lewat link
SAWERIA