Mengapa harus Yogyakarta dan Jawa Tengah ? Ya karena untuk wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat dalam kurun waktu 22 dan 10 tahun lalu telah mengalami peristiwa Gempa bumi disertai Tsunami, pada tahun 1994 di Banyuwangi dan Pangandaran 2006, keduanya terkait erat dengan keberadaan zona subduksi Palung Jawa.
Untuk memahami potensi gempa bumi dan Tsunami di Jogja dan Jawa Tengah maka kita harus mengenal dulu zona ini. Subduksi merupakan wilayah batas pertemuan antar lempeng Bumi (plate boundary), ditandai oleh celah yang dalam. Di images peta satelit semacam Google Earth penampakannya terlihat memanjang dengan warna yang lebih gelap (hitam) dibanding wilayah sekitarnya.
Palung Jawa
Celah yang jadi penanda zona subduksi biasa disebut juga Palung, yang dalam artikel ini kemudian kita sebut Palung Jawa yang lokasi jaraknya kurang lebih 225 km sebelah selatan pantai. Palung Jawa merupakan batas zona subduksi antar lempengan Eurasia dengan lempengan Indo-Australia, terletak di selatan Jawa yang membantang hingga Sumatera. Palung ini menjadi yang terdalam kedua di samudera Hindia mencapai 6000–7.720 meter.
Terbentuk akibat menyusupnya lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia bersudut sejajar atau paralel dengan equator. Titik terdalam palung Jawa di sebelah selatan garis pantai pada koordinat 109.5° BT Yogyakarta - Jawa Tengah, 111° BT Pacitan dan antara 115° dan 119° BT dengan kedalaman hingga 7.720 meter di bawah paras air laut.
Kecepatan Lempeng Indo-Australia yang menyusup dibawah pulau Jawa atau Indonesia pada umumnya berkisar ± 6–7 cm per tahun, aktivitas geologis inilah yang menyebabkan kawasan ini memiliki intensitas seismic pencipta gempa bumi baik di darat ataupun di laut.
Baca Juga : Gempa Darat Jogja
Peneliti Geologi Kelautan Ediar Usman mengatakan, panjang titik yang rawan gempa dan tsunami di Selatan Pulau Jawa ini mencapai 1.500 kilometer. Pusat gempa bumi umumnya berkedalaman dangkal (0-90 km), sedangkan makin ke utara pusat gempa bumi berkedalaman menengah (91-150 km) hingga dalam (151-700 km). Gempa bumi berkedalaman dangkal (0-90 km) umumnya berbahaya dan dampaknya sangat merusak, karena kadang disertai oleh bencana tsunami.
Segmentasi
Lempeng bumi tidaklah utuh, namun terbagi-bagi lagi oleh beberapa segmen. Sehingga konsekuensinya setiap segmen masing-masing terdorong lewat tekanan dan kecepatan yang berbeda. Konsekuensi dari perbedaan kecepatan ini karena adanya segmentasi.
Selain segmentasi, salah satu aktifitas lempeng bumi ini juga menyebabkan terbentuknya sesar atau patahan di daratan. Contohnya adalah Sesar Opak di Bantul Yogyakarta atau Grindulu Pacitan Jawa Timur yang terhubung dan berhadapan langsung ke zona subduksi.
Analogi sederhana Segmentasi adalah, misalnya Segmen di wilayah XXX, pernah melepaskan energinya sebesar 8 SR tahun XXX kemudian energi ini kembali terakumulasi lewat dorongan lempeng Indo-Australia yang bergerak 7cm per tahun, maka 75 tahun kemudian segmen ini kembali memiliki energi karena telah didesak sejauh 5.25 meter. Hal sama juga akan terjadi di segmen yang berada di dekatnya di waktu dan skala yang berbeda.
Kapan tepatnya energi ini terlepas? setelah berapa tahun? ketika terdesak berapa meter? tak ada kepastian. Namun biasanya ilmuan menghitung berdasarkan siklus sejarah kegempaannya dari masa silam.
Baca Juga : Siklus Tsunami Yogyakarta
Dalam catatan sejarah modern, daerah palung di selatan Jawa khususnya Jogja dan Jawa Tengah relatif lebih "sepi" dari aktifitas tektonik jika dibandingkan dengan Sumatera atau wilayah Indonesia Timur, bahkan dibanding Jawa Timur dan Barat.
Segmen Jawa Timur terakhir pernah bergerak 3 Juni 1994 yang menimbulkan Tsunami di Banyuwangi sekitarnya, dan yang terbaru adalah Tsunami Pangandaran di segmen Jawa Barat tanggal 17 Juli 2006 berkekuatan 6,8 SR. Menurut Budi Waluyo yang dilansir Kompas, Tsunami yang terjadi saat itu mencapai pantai Sadeng, Gunungkidul dan Parangtritis, Bantul Yogyakarta.
Tak ada jaminan di sekitar segmen tersebut tak bergerak lagi dalam waktu dekat tapi setidaknya kawasan ini telah melepaskan energi besarnya. Berbeda dengan di sekitar garis bujur 110° BT palung Jawa selatan. Disini aktifitas seismik relatif lebih tenang sehingga Ghose and Oike (1988) menengarai terdapatnya silent zone atau seismic gap.
Seismic Gap
Yogyakarta dan Jawa Tengah terakhir pernah terjadi Tsunami pada 4 Januari 1840 atau 176 tahun silam, kemudian dugaan tahun tahun 1867 atau 149 tahun lalu, sudah cukup lama berlalu. Sementara gempa terbesar yang tidak menimbulkan Tsunami terakhir terjadi 73 tahun lalu pada 23 Juli 1943 pukul 21.53 dengan skala 8.1 SR berintensitas 8 MMI dengan Episentrum -8.6, 109.9 (BMKG) di Selatan Kulon progo, Yogyakarta.
Jika merujuk pada kurun waktu 70 tahun kebelakang wilayah zona subduksi segmen ini masuk dalam kategori seismic gaps 3, artinya dalam catatan sejarah kegempaan besar tergolong "Sepi". Sayangnya dalam ilmu kegempaan, kawasan sepi di zona subduksi bukanlah kabar yang menggembirakan.
Pada prinsipnya gempa tektonik terjadi karena pelepasan akumulasi energi pada batuan (kerak bumi) yang disebabkan oleh interaksi lempeng litosferik (lempeng benua dan lempeng samudera). Zone Seismic Gap ini perlu diwaspadai karena "Sepi" mengindikasikan bahwa zona ini berpotensi besar sedang menghimpun energi yang bisa membangkitkan gelombang Tsunami.
Seismic gap di selatan Jawa di sekitar garis bujur 110° BT. Daerah zona tenang secara seismik ini memiliki lebar sekitar 75 km berarah utara-selatan terhadap palung Jawa. Tenang juga bukan berarti relatif stabil sehingga sangat mungkin memicu gempa skala besar, karena selain gempa bumi 1840 dan 1943 wilayah laut Jogja pernah bergerak hebat 7.2 SR tahun 1937.
Wilayah tetangga Yogyakarta yang juga masuk kategori "silent zone" adalah di selatan Pacitan yang pernah mengalami Tsunami 20 Oktober 1859 sudah berlalu 157 tahun silam dan terakhir pada 11 September 1921 atau 95 tahun lalu, itupun episentrumnya berada di zona outerrise sebelah selatan Palung Jawa bukan di Utaranya.
Seismolog dari ITB, Sri Widiantoro (dirilis Tempo) dalam “Simposium tentang Gempa Bumi” di Kampus ITB 18-19 Oktober 2015, menyatakan bahwa ilmuwan menemukan ada bagian sesar aktif tergolong seismic gap di laut selatan kawasan Jawa Timur.
Di sana ada sumber gempa yang cukup besar, digambarkan sebagai satu segmen yang berpotensi menimbulkan Gempa dan Tsunami megathrust mencapai 8 magnitudo. Sejarah gempa bumi ini nampaknya merujuk pada Tsunami 20 Oktober 1859 Pacitan Jawa Timur. Seismic gap yang jadi bagian dari sesar aktif di selatan Jawa Timur itu berada di dekat palung yang menjadi zona subduksi atau penunjaman dua lempeng, Eurasia dan Indo-Australia. Pada lokasi itu terdapat sobekan lempeng.
Fenomena ini terpantau tomografi, atau teknologi pencitraan isi bumi, yang dilakukan Sri Widiantoro dan rekan peneliti dari luar negeri. Meski tak disebutkan oleh Sri Widiantoro dalam rilis Tempo namun besar kemingkinan sesar yang dimaksud mengarah pada sesar Grindulu Pacitan Jawa Timur.
Bersambung ke artikel berikut
Potensi Tsunami di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Beranda
›
Gempa Bumi
›
Gempa Jawa Tengah
›
Gempa Jogja
›
Tsunami Jawa Tengah
›
Tsunami Jogja
›
Memahami Potensi Gempa Pemicu Tsunami di Jawa Tengah dan Jogja
Memahami Potensi Gempa Pemicu Tsunami di Jawa Tengah dan Jogja
Baca Juga :
- - - - - - - - - -
Dukung Jogja Uncover
agar terus berkembang dengan donasi
GOPAY | DANA | LinkAja | OVO
lewat link
SAWERIA