Berikut adalah sambungan artikel Hujan Es di Gunung Merapi. Sebelum mengulas potensinya yang masih mengintai Yogyakarta, mari kita cari tau dulu apa yang menyebabkan peristiwa ini bisa terjadi.
Fenomena hujan es oleh para pakar ilmu meteorologi disebut dengan nama Hail, dimana anomali alam ini bisa terjadi di daerah tropis. Secara sederhana proses terjadinya pada tahap persiptasi yaitu ketika air jatuh kembali ke bumi, akibat pencairan yang tidak sempurna di awan sehingga saat jatuh ke bumi masih berbentuk bongkahan es.
Hujan es biasa terjadi pada daerah hujan yang terbentuk oleh awan Comulonimbus dalam jumlah dan sifat yang padat, pembentukannya melalui proses kondensasi yang seringkali menyebabkan proses presifitasi berjalan dengan tidak normal, akibat jarak antara awan dengan permukaan tanah rendah sehingga ketika uap air yang berada dalam awan tersebut tak mencair lalu turun berbentuk butiran-butiran Kristal.
Terbentuknya awan Comulonimbus cenderung terjadi pada masa pancaroba yaitu peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, karena pada masa tersebut kondisi cuaca bisa berubah secara cepat dan tiba-tiba.
Selain itu hujan es bisa terjadi karena awan pembawa hujan yang sangat tebal terdorong ke tempat yang tinggi di titik beku bersuhu mencapai 0˚ celcius berada di ketinggian lebih dari 5 -10 km diatas permukaan laut. Massa uap uap air yang dibawa oleh awan ini mengalami penurunan suhu udara drastis secara tiba-tiba sehingga uap air di awan membeku. Saat beban es-nya terlalu besar, maka akan turun menjadi hujan es yang belangsung sesaat dengan disertai guyuran hujan lebat, dengan suasana sangat dingin.
Karena berbentuk bongkahan es, maka kecepatannya saat turun ke permukaan bumi sangat tinggi, untuk butiran es dengan dengan diameter 1 cm, memiliki kecepatan 34 km/jam dan untuk butiran es dengan ukuran 5 cm atau lebih, kecepatannya bisa mencapai 240 km/jam.
Potensi Hujan Es Mengintai Yogyakarta
BMKG Yogyakarta melalui Joko Budiono memperkirakan, akibat banyaknya awan cumulonimbus yang terbentuk secara vertikal sehingga bagian atas awan memiliki suhu yang sangat dingin, maka wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya masih berpotensi diguyur hujan es hingga akhir Februari 2016, khususnya di wilayah Sleman dan sekitar Magelang.
Pembentukan awan cumulonimbus biasanya terjadi pada siang hingga sore hari. Selama puncak musim hujan, diperkirakan intensitas curah hujan akan mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat bahkan lebih dibanding curah hujan pada awal Januari 2016 dan berpotensi menyebabkan hujan es.
Hujan es ini sebenarnya tidak berbahaya selama butiran yang berjatuhan hanya sebesar kerikil tetapi jika yang turun masih berukuran besar berupa bongkahan bisa mengakibatkan bencana. Seperti yang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatra Barat mei 2014 lalu yang mengakibatkan puluhan rumah rusak, atau juga di Kabupaten Puncak Jayawijaya di Papua dan menimbulkan korban jiwa sampai 11 orang. Oleh karena itu para ahli menyarankan bagi warga Yogyakarta untuk tidak keluar rumah saat kejadian.