" Geger Spehi " adalah peristiwa pertempuran antara pasukan gabungan Inggris melawan Kasultanan Jogja pada Jumat - Sabtu, 19 dan 20 Juni 1812. Dicatat oleh seorang serdadu bernama William Thorn yang menulis perjalanan penaklukan Inggris di tanah Jawa dalam " Memoir of The Conguest of Java " yang terbit pada 1815 di London.
Saat itu dikisahkan kraton Jogja dikepung tentara gabungan Inggris dari berbagai arah
- Dari benteng Vredeburg arah Utara
- Plengkung Nirbaya wilayah pintu Selatan
- Sepanjang sisi Timur (Sekarang jalan Brigjen Katamso)
- Plengkung Tarunasura atau Pancasura yang kini dikenal dengan Wijilan
- Pintu gerbang Barat, plengkung Jagabaya
- Arah bastion Timulaut
Selain terkepung, keraton Yogyakarta juga tertutup rapat. Tak ada jalan masuk atau jalan keluar bagi anggota kerajaan. Bahkan gabungan tentara Inggris harus meledakkan benteng keraton untuk jalan masuk. kisah jatuhnya Kraton Jogja ini ditulis dalam buku oleh Pangeran Panular (Dikutip Carey, 2011), putera Sultan yang turut bertempur pada Juni 1812. " Banyak diantara pangeran yang mencari selamat dengan cara keluar Istana menuju desa-desa di Imogiri ". Demikian suasana yang dikisahkan dalam babad tersebut.
Lalu, lewat mana para pangeran ini berhasil meloloskan diri ke Imogiri sementara disaat yang sama keraton terkepung dari berbagai arah ? Kuat dugaan dari terowongan Tamansari inilah para pangeran berhasil menyelinap. Imogiri sendiri tempat yang sangat ideal bagi arah terowongan dimana kali Opak bisa dijadikan pintu keluar.
Jarak bantaran Opak Imogiri ke Taman Sari ± 9km, masih masuk akal meski tetap terlalu jauh untuk ukuran terowongan bawah tanah. Jikapun tak sampai ke Imogiri, bisa jadi terowongan hanya 3-4 km mengarah ke wilayah ini dan sudah cukup dekat dengan desa-desa di Imogiri. Konon, Taman Sari Jogja dibangun di wilayah bekas kraton lama yaitu Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II. Pesanggrahan Garjitawati sendiri adalah tempat istirahat kereta kuda yang akan pergi ke Imogiri.
Selesai ??? Tunggu dulu... Simak Update Berikut.
Besar kemungkinan Sistem pertahanan Tamansari tidak seluruhnya berwujud terowongan tapi berupa Parit yang bersambung. Parit pertahanan dan pengairan era Hamengku buwono 1 dan 2 sama seperti peninggalan sistem pertahanan keraton Mataram Islam pertama era Panembahan Senopati di Kota Gede ( tahun 1588-1613 ). Parit juga berfungsi sebagai jaringan kanal pengairan karena pengaruh India saat itu masih kuat. Diperkirakan pengetahuan ini berasal dari kitab pengairan " Silpa Shamsita ".
Salah satu desain penting Kotagede kuno adalah benteng dengan parit yang berfungsi sebagai sistem pertahanan. Ada 3 model pertahanan di Kotagede sebagaimana tampak dari sisa-sisanya. Yaitu Benteng Cepuri yang mengelilingi kraton dan Benteng Baluwarti yang mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 hektar. Di sisi luar kedua benteng itu terdapat parit pertahanan selebar 15 – 25 m. Salah satu parit tersebut ada yang memanfaatkan aliran Sungai menuju ke Selatan (Imogiri).
Di Dusun Pajimatan, Girirejo, Kecamatan Imogiri, Bantul (Arah Selatan Kotagede) terdapat sebuah bukit yang bernama Bukit Merak. Disinilah terdapat kompleks permakaman raja-raja Kesultanan Mataram. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja Mataram I.
Permakaman ini dianggap suci dan kramat, mungkin inilah alasan mengapa para Pangeran melarikan diri ke daerah ini dalam peristiwa " Geger Spehi ". Dan yang paling penting dalam memberi petunjuk adalah, di kaki bukit Merak terdapat Masjid Pajimatan yang juga dilengkapi keberadaan parit di depan Masjid. Bukan hal yang mustahil jika parit ini terhubung dengan sistem pertahanan keraton Kota Gede sebagai jalur pelarian para Pangeran.
Nah dari ulasan di atas, maka asumsinya Terowongan Tamansari Jogja bersambung menuju SMP N 16 - SMAN 7 lalu lurus ke Selatan dan @Jogja_Uncover perkirakan berakhir disekitar Dongkelan, sebelah Barat panggung Krapyak. Kemudian terowongan bersambung (berbelok) dalam bentuk parit menuju Kota Gede. Wilayah Dongkelan sendiri sudah berada diluar area Benteng Keraton Yogyakarta yang dikepung Inggris saat peristiwa Geger Spehi inilah sebabnya para pangeran berhasil meloloskan diri.
Mengapa Terowongan tidak menuju pantai selatan seperti yang dimitoskan? Selain alasan jarak yang terlalu spektakuler (±24km) dan adanya teori keberadaan parit, wilayah selatan kraton Jogja dahulu masih berupa hutan belantara bernama hutan Krapyak tempat berburu para raja mataram sejak tahun 1600an. Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono 1) bahkan mendirikan panggung bernama Krapyak sebagai lokasi untuk berburu. Jadi tak ada alasan Terowongan ini menuju pantai Selatan.
Dari sini sangat jelas terlihat, Sri Sultan Hamengkubuwono 1 adalah seorang perencana tata kota dengan sistem pertahanan yang ulung. Ia memahami benar bagaimana nenek moyangnya era Mataram Kotagede membangun kota, bahkan Ia mampu dengan cerdik mengawinkan blue print desain Kota Gede yang telah runtuh dan terkubur termasuk Pemakaman Imogiri menjadi bagian sistem pertahanan keraton Yogyakarta .
Lalu bagaimana dengan Terowongan Tamansari menuju Utara ?
Selokan Mataram di wilayah utara Jogja, sudah ada dalam bentuk parit sejak era Panembahan Senopati tahun 1588. Jepang memanfaatkan parit ini untuk membangun selokan Mataram di era Sultan Hamengku Buwono IX. Orang-orang Belanda-pun tau benar dengan sistem perairan ini, maka bangunan mereka didirikan disekitar jalurnya.
Oleh Belanda jaringan sub sistem parit ini lalu dibangun terowongan permanen sebagai sistem pertahanan dari SMPN 6 ke SMKN 2 dan menuju SMAN 11. Belanda mendirikan bangunan diatas parit untuk memudahkan mereka membangun terowongan yang terhubung ke beberapa lokasi. Selain bertujuan untuk kepentingan pertahanan, terowongan juga berfungsi untuk menutup ruang gerak para gerilyawan kraton. Inilah analisa mengapa Belanda memilih lokasi ini untuk membangun Stasiun Tugu 1887 kemudian membangun terowongan di utaranya tahun 1897 - 1919.
Nah, Terowongan Tamansari zaman dulu sepertinya hanya sampai PKU Muhammadiyah lalu bersambung dalam bentuk parit menuju utara hingga Kodim jalan Am Sangaji.
Perkiraan arah Parit dan Terowongan Taman Sari versi @Jogja_Uncover (Warna Merah adalah Terowongan dan Warna Hitam adalah Parit) |
Asumsi dalam artikel ini hanyalah teori untuk menambah wacana baru. Siapa tau wacana ini bisa berkembang dalam bentuk penelitian arkeologi untuk mengungkap fakta selanjutnya. Dan siapa tau, arkeolog itu kelak adalah kamu :) Wallahu'alam. Sekian.