Ngomongin laut Jawa purba, maka umumnya orang Indonesia akan tertarik pada teori peradaban Atlantis yang hilang. Tak bisa dipungkiri sudah ratusan lebih buku dan jurnal soal Atlantis ditulis oleh para pakar dan hingga kini masih jadi teka-teki yg belum terungkap.
Atlantis adalah kota legenda berperadaban tinggi dimasa pra sejarah yang digambarkan filsuf Yunani bernama Plato (sekitar 429 – 347 SM). Kisah Atlantis pertama kali muncul dalam buku Timaeus dan Critias yang terbit pada 347 SM. Timaeus dan Critias adalah sebuah buku yang ditulis dalam rupa dialog yang terjadi antara Timaeus, Critias, Hermocrates dan Socrates.
Dalam buku itu, kisah Atlantis diceritakan oleh Critias yang mendengar kisah itu dari kakeknya yang juga bernama Critias. Sedangkan Critias (kakek) mendengarnya dari Solon. Dan Solon mendengarnya dari para pendeta Mesir. Timaeus hanya sedikit menyinggung soal Atlantis. Sedangkan Critias lebih banyak mendeskripsikan Atlantis.
Beberapa teori menduga Atlantis ada di Indonesia, yang paling terkenal tentu saja teorinya Prof Arysio Nunes do Santos (2005) dan Stephen Oppenheimer (1999) yang menunjuk asia tenggara. Saya tak ingin mengulas teori mereka berdua di sini, karena teori mereka sudah banyak dibahas di jagad maya, silakan googling.
Hipotesa yang meyakini Atlantis berada di Indonesia, semua berakar pada sejarah Sundaland. Selebihnya hanya menduga-duga lewat berbagai pendekatan disiplin ilmu. Tanpa sejarah Sundaland sulit mengaitkan Indonesia dengan peradaban Atlantis
Sundaland adalah wilayah biogeografis di Asia Tenggara yang juga mengacu kepada sebuah daratan yang lebih luas yang pernah ada selama 2,6 juta tahun lalu ketika permukaan air laut lebih rendah dari era sekarang. Wilayah ini mencakup Semenanjung Malaya di daratan Asia, serta pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Jawa, dan Sumatra, ditambah pulau-pulau di sekitarnya.
Pada Masa Glasial, wilayah Barat Indonesia (masa kini) dahulunya adalah suatu daratan luas yang menyatu dengan Asia. kemudian secara bertahap tenggelam seiring air laut yang terus naik di masa Deglasial dan ketinggiannya bertahan hingga sekarang
Apa itu Masa Glasial ?
Zaman Glasial adalah waktu ketika suhu atau iklim bumi menurun dalam periode waktu yang lama. mengakibatkan air laut membeku dan tertarik ke kutub-kutub Bumi menjadi es. Hal ini menyebabkan turunnya muka air laut hingga 100 meter lebih lalu menyingkapkan laut Jawa menjadi daratan selama ratusan ribu tahun lamanya.
Sebaliknya pada era deglasiasi suhu bumi menghangat, terjadi pencairan es di kutub-kutub Bumi yang menyebabkan muka air laut naik, pada masa siklus ini Sundaland tenggelam sehingga Jawa, Sumatera dan Kalimantan tepisahkan oleh laut.
Perubahan garis pantai akibat naiknya permukaan laut diantaranya pernah ditliti LIPI dan DP2M-DIKTI KEMDIKNAS 2010 dengan temuan berupa endapan gambut dari dasar laut perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan Penelitian pada November 2010 dengan Kapal Baruna Jaya VIII ini mengungkap posisi muka laut pada 4 ketinggian, yaitu -27,0 m, - 41,3 m, -53,6 m, dan -58,6 m di bawah muka laut sekarang yang terjadi berurutan antara 10 ribu hingga 12,8 ribu tahun.
SUNGAI PURBA
Temuan sungai purba di laut Jawa membuktikan bahwa Kalimantan, Jawa dan Sumatera di masa Glasial pernah menyatu. Sungai-sungai yang tenggelam di Laut Jawa ini ditemukan hampir 100 tahun lalu dan sudah dipublikasikan Molengraaff dan Weber tahun 1919. Weber juga membuktikan adanya sistem sungai-sungai Sunda ini, dengan menunjukkan banyaknya persamaan jenis ikan-ikan tawar di sungai-sungai pesisir timur Sumatra dengan pesisir barat Kalimantan, tapi uniknya antara Kalimantan Barat dan Timur tidak ada persamaan.
Molengraaff tahun 1919 telah memetakan alur-alur sungai yang tenggelam dan sudah tertimbun lumpur ini. sungai utamanya dinamai Sungai Sunda Utara di bawah Selat Malaka dan Sungai Sunda Selatan di bawah Laut Jawa (Awang Satyana dalam forum IAGI). Sungai Sunda Utara mempunyai daerah hulu di Sumatra dan Kalimantan Barat, dan bermuara ke Laut Cina Selatan, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di Jawa dan Kalimantan Selatan dengan muara di Selat Makassar.
Geologi kelautan sejak akhir 1950-an juga telah mengenal keberadaan sungai- sungai besar ini. Dua lembah sungai besar di selatan Kalimantan Selatan dan sebelah selatan Sampit diulas dalam tulisan “Laut Nusantara” oleh Anugerah Nontji (1987), Ph. Kuenen tahun 1950 dalam bukunya Marine Geology juga menyebutkan sungai-sungai purba yang tenggelam ini. Secara umum, sungai purba ini adalah perpanjangan sungai yang ada dimasa sekarang.
MUKA AIR LAUT MASA GLASIAL
Dalam jurnal “Potential of Submerged Landscape Archaeology In Indonesia” Shinatria Adhityatama dan Ajeng Salma Yarista2 (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), proses terpisahnya Jawa, Sumatera dan Kalimantan terjadi secara perlahan. Dataset diambil dari website Field Museum Of Natural History (Sumber: Voris, 2000, Voris, H.K., Sathiamurty 2006).
Pada periode deglasiasi terlihat dalam timeline Sundaland mulai dari 21.000 tahun lalu. Muka air laut perlahan naik mengenangi dataran rendah wilayah laut Jawa, kemudian ketiga pulau ini benar-benar terpisah oleh lautan sekitar 6ribu tahun lalu. Ketika itu muka laut diperkirakan sekitar 116 m lebih rendah dari muka laut sekarang (Hanebuth et al., 2000) Di era sebelum sebagian Sundaland tenggelam inilah diperkirakan ada peradaban yang berkembang di daratan laut Jawa khususnya Sundaland.
Menurut perhitungan versi Plato, waktu tenggelamnya Atlantis kurang lebih 11.150 tahun yang silam. Jika merujuk pada peta di atas maka cukup relevan jika Atlantis ada (mungkin) di laut Jawa. Dalam bukunya Timeus dan Critias, kehancuran Atlantis diawali hujan yang sangat lebat, pada saat bersamaan terjadi gempa bumi dan letusan gunung api. Kemudian muncul air bah yang menggenang seluruh wilayah Atlantis. Dalam satu hari satu malam semua peradaban tenggelam dan Atlantis lenyap ke dalam lautan luas.
PROKONTRA ATLANTIS DI INDONESIA
Submarine archaeology hingga hari ini belum menemukan bukti-bukti kebudayaan tinggi yang terkubur di lembah- lembah sungai- sungai purba khususnya di laut Jawa tersebut. Sehingga dongeng Atlantis masih hangat diperdebatkan.
Beberapa tahun terakhir pendapat Kircher (1669) yang paling banyak diterima, bahwa Atlantis berada di tengah Samudera Atlantik dan tempat yang paling meyakinkan adalah Pulau Thera di Laut Aegea, sebelah timur Laut Tengah. Pulau Thera yang dikenal pula sebagai Santorini adalah pulau gunung api yang terletak di sebelah utara Pulau Kreta. Sekitar tahun 1.500 SM, sebuah letusan gunung api yang dahsyat mengubur dan menenggelamkan kebudayaan Minoan.
TEMUAN ARKEOLOGIS GUNUNG PADANG
Terlepas dari diskursus lokasi Atlantis, temuan situs Gunung padang peninggalan kebudayaan Megalitikum di Cianjur Jawa Barat sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara semakin meyakinkan bahwa Nusantara memiliki peradaban maju.
Dalam buku Situs Gunung padang, Dr. Ali Akbar (2013) pakar arkeologi yang meneliti situs gunung padang memaparkan hasil riset dan penelitian bahwa dari lapisan di kedalaman sekitar 5-12m, berumur -+ 14500 – 25000 SM (lab BETA Miami Florida)
Sebuah studi terbaru yang dipresentasikan pada pertemuan American Geophysical Union 2018, tim peneliti Indonesia memaparkan data-data yang menyatakan bahwa Gunung Padang merupakan struktur kuno tertua di dunia. Penelitian mereka, yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, mengungkapkan bahwa Gunung Padang tidak hanya bukit seperti yang biasa kita lihat, melainkan serangkaian struktur kuno dengan fondasi berasal dari sekitar 10 ribu tahun lalu (atau bahkan lebih tua).
Peneliti mengatakan, penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa lapisan pertama berusia 3.500 tahun, lapisan kedua 8.000 tahun, dan lapisan ketiga sekitar 9.500 hingga 28.000 tahun. Penemuan umur lapisan tersebut menunjukkan bahwa situs gunung padang sezaman dengan daratan Sundaland masa prasejarah sebelum tenggelam dan seusia dengan peradaban Atlantis seperti yang disebutkan Plato. Namun andaipun Indonesia bukan letak Atlantis, setidaknya penemuan situs gunung padang sudah menjawab seberapa maju peradaban pra sejarah yang ada di Nusantara.