Tanpa ada korban jiwa dalam dua kejadian tersebut, lalu apa istimewanya gempa di Wilayah Wonosobo ini hingga harus diulas?!
Mari mundurkan mesin waktu jauh ke belakang, sebuah catatan sejarah peristiwa gempa besar Wonosobo Jawa Tengah yang sangat merusak terekam dalam majalah terbitan lama berbahasa Belanda “Indie” yang terbit pada 7 Januari Tahun 1925. Cerita ini tentu sudah banyak diketahui warga Wonosobo.
Dalam penelitian literatur oleh Bimo Sasongko (Staf Perpustakaan Kab. Wonosobo), gempa kuat dimulai pada hari Minggu 9 November 1924 disusul hari Rabu 12 November 1924 dan 16 November 1924. Episentrum gempa diperkirakan 4km Baratlaut Kota Wonosobo. Gempa ini membuat tanah bergemuruh dan menyebabkan fragmentasi, pergeseran lapisan tanah dan longsor juga banjir besar. Menewaskan hampir seribu jiwa.
Foto Tropenmuseum |
Dampak Luas Gempa 1924
6 tahun berlalu, gempa Wonosobo 1924 akhirnya memicu erupsi Gunung Merapi yang hanya berjarak ±70km dari episentrum. Terpicunya Merapi oleh gempa besar 1924 ini hampir mirip saat gempa Jogja 2006 yang menyebabkan Merapi meletus 2010 lalu.
Tepatnya pada 8-9 Desember 1930 gunung Merapi meletus besar ditandai oleh ledakan yang hebat, disusul dengan luncuran awan panas mencapai 11 km. Aktivitas berlanjut sehari setelahnya dengan luncuran awan panas mencapai 12 km dan merambah kurang lebih 20 hektare lahan.
Foto Tropenmuseum |
Menelusuri Episentrum Gempa 1924
Di dalam buku "International Handbook of Earthquake & Engineering Seismology", ditemukan catatan yang berbeda tentang peristiwa gempa kembar tersebut. Dalam buku ini episentrum gempa 12 November 1924 berada di koordinat -7.2, 109.5 tepatnya di sebelah Barat kali Comal, Watukumpul, Pemalang, dengan korban di Jawa Tengah 609 jiwa.
Gempa kedua pada 2 Desember 1924, disinyalir sebagai gempa susulan (Gempa Kembar) dengan skala sama besar 9 MMI berpusat di 7.3S - 109.9E atau selaras dengan episentrum NGDC di sebelah Barat Pemandian Air Panas Tegalsari, Garung, Wonosobo. Gempa ini menewaskan 727 orang dan merusak 2250 rumah, diantaranya hanyut oleh longsor dan banjir besar.
Bukan perbedaan episentrum yang menjadi inti dari tulisan Jogja Uncover kali ini. Namun ada satu lagi peristiwa di wilayah Wonosobo yang patut digaris bawahi. Yaitu cerita tentang Pendopo Kabupaten Wonosobo yang pernah rusak parah sekitar tahun 1870-an. Pendopo ini sekarang dikenal sebagai Kantor dan Rumah Dinas Bupati Wonosobo. Apa yang telah terjadi di tahun tersebut ?!
Ternyata, dalam "Series on Seismology (Vol V)" pada 21 Februari 1877 atau 47 tahun sebelum 1924, Wonosobo juga pernah diguncang gempa besar berkekuatan 6 MMI, getarannya dirasakan hingga Kedu, sayangnya episentrum tidak diketahui.
Apa Pemicunya ?!
Wonosobo adalah salah satu dataran tinggi yang berada tak jauh dari sumbu patahan besar purba Kebumen-Muria. Garis sesar mendatar tua ini saling berlawanan arah memotong bagian tengah Pulau Jawa menciptakan sub-fault yang kompleks. Sederhananya, Sesar Kebumen-Muria telah lama mati namun lintasannya menyisakan sesar baru.
Baca Juga : Ramalan Terbelahnya Pulau Jawa
Aktifitas tektonik Wonosobo, khususnya dataran Dieng dipengaruhi oleh keberadaan Sesar turun Sileri, Sesar Turun Dolok dan Sesar Turun Kawah Sikidang, juga Sesar Kemulan. Jalur retakan di daratan tinggi ini memotong Dieng pada arah-arah utama barat-timur dan baratlaut-tenggara. Jalur-jalur inilah yang berpotensi saling picu hingga menciptakan gempa yang sama besar dalam kurun waktu singkat.
Dari semua peristiwa besar yang pernah mengguncang Wonosobo bisa dipastikan, gempa Wonosobo adalah gempa berulang yang belum terdeteksi siklusnya dan berpotensi menciptakan gempa susulan dengan kekuatan sama (Kembar) bahkan lebih.
Gempa kuno 1877 dan gempa 1924 memiliki jarak 47 tahun, lalu adakah kejadian yang cukup signifikan 47 tahun kemudian pasca 1924 ?! tak ada catatan pada tahun 1970an.
Ini yang harus diwaspadai sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana. Sudah 93 tahun berlalu wilayah tektonik Wonosobo belum menunjukkan aktifitas signifikan, terbesar hanya berskala 4.8 SR pada 19 April 2013, disusul getaran 3,1 SR di tahun 2016. Masyarakat tak boleh terlena karena kedua aktifitas terakhir cukup menunjukkan sesar darat yang tersembunyi di bumi Wonosobo masih aktif, khususnya pada dugaan patahan lempeng dibagian bawah kawah Sileri.
Sekian