Tak banyak catatan masa lalu yang @Jogja_Uncover temukan ketika berusaha mengungkap ada apa sebenarnya dibalik cerita Diary Misteri KELUARGA TAK KASAT MATA di Jogja yang sekarang tengah heboh di forum Kaskus itu. Yang didapat hanyalah sepenggal atau penggalan cerita warga, publikasi sejarah dan mitologi yang tidak tersaji dengan lengkap dan mendalam.
Namun untuk menambah bahan diskusi, tak ada salahnya penggalan kisah ini kita simak sama-sama, yang mungkin sedikit bisa menyingkap cerita bangunan misteri tersebut. Bermanfaat atau tidak, benar atau tidak, berhubungan atau tidak, semoga ada nilai yang bisa dipetik di dalamnya.
Jombor Kidul, Mlati, Sinduadi, Sleman, Yogyakarta. Disanalah bangunan angker yang menjadi objek misteri ini berada. Untuk lebih memahami tak ada salahnya jika @Jogja_Uncover perkenalkan lebih dekat wilayah ini di zaman dulu. Karena umumnya sebuah tempat misteri biasanya terhubung dengan kisah masa lalunya (walau tak selalu).
Jombor Kidul adalah wilayah yang masuk dalam administrasi Sinduadi kecamatan Mlati. Bertetangga dengan beberapa desa diantaranya Sendangadi, Tlogoadi atau Tirtoadi yang kesemuanya masuk dalam wilayah kecamatan Mlati. Dari penamaan tercermin bahwa kawasan ini dahulu dipenuhi banyak rawa, kolam atau sumber air.
Toponimi nama “Jombor” disebut-sebut berasal dari kata “Jember” yang artinya tempat berair atau becek, sebab saat itu jombor adalah rawa yang banyak airnya. Ada pula sumber lain yang menyebut dulunya Jombor Kidul hanyalah kampung dengan hutan, sawah dan belukar yang memiliki banyak telaga (mbelik).
Keberadaan suatu desa tidak dapat terlepas dari sejarah para tokoh babad alas, yaitu orang-orang yang pertama kali datang untuk membuka menjadi tempat tinggal.
Catatan sejarah dimulai sekitar tahun 1943-1944, pada Masa Pendudukan Jepang sebelum Indonesia merdeka. Wilayah hutan belukar berawa ini sempat menjadi salah satu rencana lokasi pemukiman para petinggi Jepang, yang diantaranya menjadi pengawas proyek pembangunan selokan Mataram.
Namun entah kenapa setelah dibersihkan, ditata, ditanami berbagai bibit taman (salah satunya Cemara) dan siap dibangun pemukiman, wilayah ini mendadak ditinggalkan tanpa alasan yang jelas. Padahal waktu itu Jepang belum mengalami kekalahan di Perang Dunia II.
Terselip cerita warga setempat, entah tahun berapa diceritakan tempat ini saat masih hutan sebelum kedatangan Jepang, dihuni seorang wanita. Biasa dipanggil dengan sebutan Nyai Panggung, tak ada banyak cerita tentang asal-usulnya yang terungkap, yang diketahui hanyalah kebiasaannya dalam bersenandung (nyinden?) dengan tembang Jawa.
Menurut Dinas Kebudayaan Provinsi Yogyakarta, Nyai Panggung adalah salah satu nama tokoh dhanyang yang menurut kepercayaan menjadi penghuni pohon wringin sepuh. Tokoh dhanyang itu dianggap sebagai makhluk halus yang menjaga atau menguasai mbaureksa di komplek bekas hutan Mentaok.
Sebagaimana yang kita tau, hutan atau alas mentaok bumi Mataram adalah wilayah tempat berdirinya keraton Mataram Islam pertama hadiah dari Kerajaan Pajang, sekarang kita kenal dengan wilayah bekas keraton Mataram Kota Gede. Adakah hubungan Nyai Panggung di Kotagede versi Dinas Kebudayaan dengan Nyai Panggung di Jombor?! tak ada kejelasan.
Ada juga yang mengaitkan Nyai Panggung dengan Nyai Ponggung atau Nyai Pogung. Jombor Kidul memang cukup dekat dengan kampung Pogung, dikenal pada abad 16 sebagai kampung yang dibangun oleh Ki Dalang tokoh kerajaan mitologi Pantai Selatan sebelum lahirnya Mataram Islam.
Legendanya, wilayah Pogung di kota Jogja adalah kampung yang dibangun dengan diiringi suara ‘Pong.. Gung..’, alunan nada musik berulang-ulang dari alat yang dimainkan Ki Dalang hingga 40 hari. Setelah Desa berdiri, mereka namai dengan “ Pogung ” berasal dari suara "Pong... Gung..." musik penyemangat mereka saat membangun desa. Dalam catatan sejarah modern tahun 1970an, Pogung memang sudah memiliki tradisi dan terkenal sebagai desa yang kaya akan kesenian dan budayanya.
Penulusuran menjadi semakin rumit saat menemukan nama Nyai Panggung dalam "Kidhungan Padanghyangan". Kidhungan Padanghyangan adalah nyanyian yang menceritakan para leluhur atau penguasa Jawa di masa silam beserta keluhurannya.
Tokoh – tokoh yang disebutkan dalam kidung tersebut sejatinya adalah manusia yang akhirnya dianggap sebagai lelembut (Bangsa Gaib) dikarenakan mereka memilih jalan Moksha (Rijalulghaib / Nyiluman) pada akhir hidupnya (bukan mati meninggalkan raganya), akan tetapi yang perlu diingat bahwa pada awalnya mereka adalah manusia di masa lalu.
Isi Bait 6 "Kidhungan Padanghyangan" :
...Magelang Ki Samahita, Gegeseng Si Dadungawuk, ing Pajang Buta Salewah, manda – manda ing Matawis, Paleret ( Pleret ) Bojogdesi, Kutagedhe ( Kotagede ) Nyai Panggung, ing Dabu Butakarta, ing Jombor ( Jogja ) Setan Kubarsi, Jurutaman ing Tunjungbang...
Nyai Panggung Kotagede masih memiliki benang merah dengan penjelasan Dinas Kebudayaan Yogyakarta, namun menjadi semakin rumit karena muncul nama Setan Kubarsi di Jombor. Jombor disini disebutkan seorang sumber adalah wilayah Jogja arah Magelang.
Baca Juga :
Misteri Penampakan di Alun-alun Jogja
Penampakan Sosok Perempuan di Sekolah
Tak ingin berkutat di satu titik, @Jogja_Uncover mencoba membuka lembar kisah lainnya, dan mungkin berhubungan dengan misteri di Jombor Kidul ini. Berikut diantaranya...
Tahun 1960an
Peristiwa pembantaian simpatisan PKI marak terjadi di berbagai lokasi Yogyakarta, wilayah Jombor yang cukup terpencil dan jauh dari keramaian yang saat itu banyak terdapat telaga dan belukar turut dijadikan tempat penyiksaan simpatisan. Konon kisahnya ada 1 keluarga menjadi korban disini.
Tahun 1980an
Wilayah ini kembali menjadi saksi peristiwa berdarah yang dikenal dengan Petrus (Penembakan Misterius / Operasi Clurit). Operasi rahasia pemerintahan Orde Baru untuk menekan angka kriminalitas yang begitu tinggi pada saat itu. Inilah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman khususnya di Jakarta, Jogja dan Jawa Tengah.
Petrus pertama kali dimulai di Yogyakarta dan diakui terus terang oleh M Hasbi yang pada saat itu menjabat sebagai Komandan Kodim 0734 sebagai operasi pembersihan para Preman (Kompas, 6 April 1983). Akhirnya operasi itu dilanjutkan di berbagai kota lain secara tertutup.
Diceritakan, ada kali melewati wilayah Sinduadi sekarang yang kabarnya saat itu sering dipakai untuk membuang korban Petrus, mungkin yang dimaksud adalah Kali Buntung. Tempat pembuangan lain yang jadi pilihan diantaranya ada yang sengaja di buang di persawahan. Dipilihnya lokasi-lokasi tersebut agar mudah ditemukan oleh warga untuk upaya intimidasi para gali.
Tahun 1990an
Tepatnya antara tahun 1994-1996 Ringroad dibangun, masa silam Jombor mulai dilupakan. Pelan tapi pasti Jombor memodernisasi wajahnya menjadi wilayah perkotaan.
Jalan Magelang yang terus dibenahi menarik perhatian investor saat itu. Tak jelas lokasi pastinya, namun seorang demang atau sesepuh kampung diketahui menjual sebidang tanah di daerah ini, kemudian berdiri sebuah penginapan. Namun kabarnya penginapan tersebut hanya bertahan sebentar lalu sepi kemudian di jual dan dialihfungsikan. Tak ada keterangan lebih jauh nama dan lokasi penginapannya.
Yang menarik bagi @Jogja_Uncover adalah, penulis Diary Misteri KELUARGA TAK KASAT MATA menyebutkan bahwa bentuk bangunan angker tersebut menyerupai hotel atau penginapan dan ada juga yang meyakininya sebagai kost-kostan.
Apakah ini penginapan yang dimaksud?! Lalu apakah penggalan cerita - cerita diatas ada hubungannya dengan segala penampakan di bangunan angker ini?!
Wallahu'alam... @Jogja_Uncover belum bisa mengungkapnya.
Bersambung ke Sesi 2...
Trans Sadar Pembaca DIARY MISTERI KELUARGA TAK KASAT MATA
Beranda
›
Jombor
›
Kaskus
›
Misteri
›
Misteri Jogja
›
Sejarah Jogja
›
Mengintip Sejarah Dibalik Misteri KELUARGA TAK KASAT MATA Jogja - Sesi 1
Mengintip Sejarah Dibalik Misteri KELUARGA TAK KASAT MATA Jogja - Sesi 1
Baca Juga :
- - - - - - - - - -
Dukung Jogja Uncover
agar terus berkembang dengan donasi
GOPAY | DANA | LinkAja | OVO
lewat link
SAWERIA
Tags
Jombor,
Kaskus,
Misteri,
Misteri Jogja,
Sejarah Jogja