Cerita Mencekam Saat Menonton Gunung Merapi Meletus

Sudah sejak lama saya ingin berbagi kisah letusan Gunung Merapi tahun 2001 ini, namun ada momen yang saya lupa sehingga harus mencari beberapa teman terlebih dahulu untuk mengingatnya kembali.

gunung merapi meletus
Foto : Tom Pfeiffer
Malam itu, hari Jumat di bulan Februari 2001 sekitar ± pukul 22.00 WIB, kami (8 anak muda belia ganteng rupawan) sedang asik bercengkrama di sebuah rumah di kawasan Cepit Jembatan Merah Gejayan. Tiba-tiba obrolan kami berhenti dan terfokus mendengarkan siaran berita salah satu radio di Jogja yang memberitakan bahwa Merapi malam itu sedang dalam kondisi kritis (Status Awas).

Bukannya khawatir kami malah sumringah dan langsung bergegas untuk bermaksud menonton pertunjukan Alam ini. Saat itu saya sendiri sedang asik menggeluti dunia fotografi dan tentu moment ini tak boleh terlewatkan begitu saja.

Tujuan utama tak lain dan tak bukan adalah kawasan Kaliurang, namun sayang sesampainya disana harapan untuk bisa menyaksikan letusan gunung Merapi itu kandas karena lava pijar Merapi tak terlihat jelas dari sini. Namun rasa penasaran terus menghantui, dan akhirnya membuat kami sepakat untuk menuju Muntilan karena oleh penduduk setempat menyebutkan ada lokasi pengamatan yang sangat dekat dengan puncak di Pos Pemantau Gunung Merapi Babadan.

Pos Babadan adalah pos tertinggi pengamatan Merapi sehingga menjadi lokasi terbaik untuk mengamati Gunung Merapi. Berada di Desa Babadan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah yang terletak 1278 mdpl dan hanya berjarak 4,4 km arah barat laut dari puncak. Kamipun berangkat, sebuah keputusan paling konyol yang pernah dibuat dan nyaris membahayakan nyawa kami semua waktu itu.

Lupa tepatnya, tapi mungkin sekitar Pukul 01.00 WIB setelah singgah mengisi perut di Angkringan Muntilan kamipun tiba di Desa Krinjing, dari sini memang sudah terlihat adanya cahaya memerah dari puncak gunung Merapi menandakan pertunjukan lava pijar telah dimulai.

Apa reaksi kami saat itu? ya... bersorak kegirangan dan langsung tancap gas seakan tak sabar untuk tiba di Pos Babadan. Tak sampai 10 menit, di tengah perjalanan kami disambut hujan abu cukup tebal, lagi-lagi bukannya muncul rasa khawatir namun malah makin kegirangan.

Entah di daerah apa namanya, perjalanan kami terhenti karena sekelompok warga setempat menutup jalan menuju puncak. Desa itu sangat ramai padahal waktu telah mencapai dini hari. Singkat cerita kami tak mendapatkan izin untuk meneruskan perjalanan dan disarankan untuk turun pulang karena warga tengah bersiap untuk mengungsi.

Disinilah mulai muncul perdebatan, bertahan untuk menyaksikan letusan gunung Merapi atau pulang dengan tangan hampa. Konyolnya Adrenalin muda kami lebih mendominasi, singkat kata motor akhirnya diparkir di sebuah rumah penduduk, dan diam-diam kamipun menyelinap dikegelapan menuju Puncak. Nekat... ya! keputusan yang tak pantas untuk ditiru.

Kami sudah tak tau lagi kemana arah Posko Babadan, yang ada dipikiran waktu itu hanya segera menuju lokasi terdekat dengan penampakan semacam pesta kembang api yang sudah bisa disaksikan sejak di lokasi parkir motor sebelumnya. Terus melangkah mendekat hingga akhirnya bertemu sekelompok orang-orang bule (sekitar 6-8 orang) yang tengah asik memotret pertunjukan tersebut dipinggir sebuah jurang (lembah kali).

Naluri Kepo muncul, akhirnya berkenalan dan ternyata mereka sekelompok turis asing yang datang dari Australia untuk mengabadikan letusan gunung Merapi. Dari ceritanya, mereka sudah 3 minggu di Jogja menunggu momen ini. Wah niat banget :D

Saat kami tiba dilokasi bulan memang baru 2 hari melewati fase SuperMoon ( FullMoon + Perigee ) sehingga suasana di lereng gunung Merapi cukup terang dengan pemandangan indah ke arah lembah terlihat jelas. Sementara puncak Gunung Merapi tengah mengeluarkan lelehan lava pijar, kamipun berbaur dan larut dengan obrolan yang sebenarnya hanya sedikit-sedikit yang saya pahami waktu itu. Hehehe...

Menjelang Matahari hampir terbit dari ufuk, obrolan kami mendadak terhenti oleh suara gemuruh disertai tanah yang bergetar, percikan lava pijar terlihat dari puncak gunung Merapi dan kali ini cukup besar. Suasanapun segera berubah jadi mencekam. Semua orang tak ada yang bersuara termasuk hewan malam. Kami tak pernah membayangkan sebelumnya jika ini akan menjadi peristiwa hidup atau mati.

Tiba-tiba ... muncul segumpal debu dan asap bergulung-gulung sangat cepat turun dari lereng Merapi menuju ke arah kami, terlihat jelas ada material berupa batu, debu dan pasir yang mengalami guguran atau longsor di lereng barat Gunung Merapi. Wajah para bule berubah kaku dengan bibir gemetar. Dalam hitungan detik mereka lari berhamburan dan tentu saja dengan reflek kami ikuti.

Kamipun terpisah bercerai-berai, para bule berteriak "jauhi lembah!!", saya bersama seorang teman berhasil lari cukup jauh namun tersandung dan jatuh ke lubang di sela bebatuan besar. Suara gemuruh semakin dekat, jelas terlihat ribuan kerikil melitas di sekitar saya, dan diantaranya ada yang berupa bara api.

Beruntung sebelum menyapu lokasi kami, gumpalan material guguran itu berbelok menjauh mengikuti arah kali, jalur lembah inilah yang telah menyelamatkan kami atas izin Tuhan tentunya. Pantas saja, para bule itu berteriak agar kami menjauhi lembah.

Suhu dingin subuh itu berubah jadi panas luar biasa, penuh debu dan bau belerang yang sangat menyengat, untungnya kejadian ini hanya sebentar dan terbantu oleh hembusan angin kencang yang muncul tiba-tiba dari Barat ke arah Timur. Tak ada korban jiwa, namun traumanya tentu sangat membekas bahkan jaket kami yang bolong-bolong dan terbakar jadi kenang-kenangan.

Dengan tubuh yang memutih tertutup abu vulkanik kamipun Sepakat dengan suara bulat!! Segera turun menuju desa tempat motor di parkir. Sementara para turis asing itu menuju arah yang berbeda ke timur laut.

Saya baru tau pagi harinya, apa yang kami alami subuh itu adalah awal runtuhnya kubah lava, guguran tersebut hanya 1 jam menjelang gunung Merapi meletus pada pukul 06.00 WIB, tepat disaat kami sudah berada di lokasi aman. Wedus gembel atau awan panas pagi itu terlihat menyembur dari puncak Gunung Merapi dan meluncur ke arah barat daya (Ke arah Lokasi pengamatan kami sebelumnya) dan juga ke arah Timur. Puji syukur yang tak terhingga kami sudah turun dan sedang menatapnya dari kejauhan

Ini bukanlah cerita keren, apalagi heroik. ini adalah cerita kekonyolan sekelompok anak ingusan yang tak paham bahaya erupsi gunung Merapi kala itu. Cerita yang layak saya sampaikan agar TIDAK DITIRU. Sebuah keisengan untuk sekedar menyaksikan pertunjukan alam di jarak yang dekat namun mengabaikan bahaya yang luar biasa.

*Catatan Peristiwa
- Keberangkatan Malam hari tanggal 9 Februari 2001
- Tiba di lokasi 10 Februari 2001
- Lokasi kejadian berada di ketinggian 1278 mdpl
- Jarak lokasi ±3-4 km arah Barat dari Puncak Merapi
- Status Awas
- Guguran pertama (mungkin) sekitar pukul 04.45 pagi
- Erupsi Merapi disertai wedus gembel ( awan panas ) pukul 06.00
- Arah awan panas didominan ke barat daya

Follow Jogja Uncover

Georitmus | MTGS

Seperti halnya di akun sosmed, di Blog ini kamu juga akan menemukan istilah Georitmus dan MTGS pada bagian menu.
  • Georitmus

    Grafik potensi.

  • Tanggal MTGS

    Kurun waktu potensi.

  • Mitigasi

    Persiapan dini.

  • Kesadaran

    Terciptanya masyarakat sadar bencana.

    SoraTemplates | Free Blogger Templates | Blogger